Firman Allah swt :
وَقَالَ لَهُمْ نِبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَن يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلآئِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Artinya : “dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh : 248)
Al Qurthubi mengatakan bahwa tabut diturunkan Allah swt kepada Adam as dan ia terus bersamanya hingga sampai kepada Ya’qub as. Dan pada masa itu Bani Israil berhasil mengalahkan orang-orang yang memerangi mereka yang kemudian bermaksiat hingga dikalahkan oleh Jalut dan pasukannya dan tabut tersebut dirampas oleh musuh mereka.
An Nahas mengatakan bahwa ketika mereka mulai melihat tanda-tanda kebinasaan kaum, para laki-lakinya banyak yang pergi, sebagian mereka menyendiri. Hal demikian terus menjadi buah bibir sehingga para pemimpin kaum mengumpulkan mereka dan mengatakan kepada Nabi mereka pada saat itu,”Utuslah kepada kami seorang raja.’ Dan ketika Nabi itu mengatakan kepada mereka,’Raja kalian adalah Thalut.’.. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz III hal 210)
Ath Thobari mengatakan makna "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya tabut kepadamu” adalah sesungguhnya tanda-tanda Thalut menjadi raja—yang kalian minta kepadaku adalah bukti akan kebenaran perkataanku.
Sesungguhnya Allah telah mengutus seorang raja kepada kalian walaupun bukan dari keturunan raja—adalah “dikembalikannya tabut yang didalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu.”. ia adalah tabut yang selalu dibawa oleh Bani israil saat bertemu dengan musuh, bergerak bersamanya sehingga musuh tidak mampu menghadapi mereka dan tidak bisa mengalahkan mereka. Namun kemudian mereka mengabaikan perintah Allah swt, banyak berselisih dengan para nabi mereka, sehingga Allah swt melepaskan tabut itu dari tangan mereka kemudian dikembalikan lagi dan dirampas lagi pada waktu yang lain dan tidak dikembalikan lagi bahkan tidak akan sekali-kali dikembalikan kepada mereka selana-lamanya.
Para ahli ta’wil berbeda pendapat tentang sebab kembalinya tabut yang Allah jadikan sebagai tanda kebenaran nabi mereka Samuel dengan perkataannya,
”Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja.” Apakah Bani Israil merampasnya sebelum itu yang kemudian dikembalikan Allah kepada mereka dan pengembaliannya dijadikan sebagai tanda ataukah mereka tidak pernah merampasnya sebelum itu akan tetapi Allah yang memulainya ?
”Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja.” Apakah Bani Israil merampasnya sebelum itu yang kemudian dikembalikan Allah kepada mereka dan pengembaliannya dijadikan sebagai tanda ataukah mereka tidak pernah merampasnya sebelum itu akan tetapi Allah yang memulainya ?
Sebagian mereka mengatakan bahwa tabut itu adalah warisan sejak masa Musa, Harun sehingga dirampas oleh para raja dari kaum kafir kemudian Allah mengembalikannya kepada mereka sebagai tanda Thalut menjadi raja.
Ath Thobari juga menyebutkan riwayat dari Wahab bin Munbih berkata,”Samuel berkata kepada Bani Israil ketika mereka berkata kepadanya,’Bagaimana dia memerintahkan kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberikan kekayaan yang banyak?” (Nabi mereka) berkata,’Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.’ Dan "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja” ialah kembalinya tabut kepadamu’ yang didalamnya terdapat ketenangan dan sisa peninggalan keluarga Musa dan Harun. Tabut itulah yang menjadikan kalian dikalahkan musuh dan kalian dimenangkan atasnya. Mereka mengatakan,’Apabila tabut itu datang kepada kami maka kami rela dan menerimanya !
Musuh yang memegang tabut saat itu tinggal dibawah bukit Ilya. Mereka adalah para penyembah berhala, orang-orang kuat yang bengis, kasar dalam berperang yang sudah dikenal masyarakat. Tabut ketika dipegang mereka pernah disimpan disuatu kampung Palestina yang bernama ‘Azdud” mereka menyimpan tabut di suatu gereja yang didalamnya penuh dengan berhala mereka…. Diantara janji kepada Bani Israil bahwa tabut itu akan kembali kepada mereka—tabut itu menjadikan berhala-berhala mereka di gereja itu terjungkil balik kepala-kepalanya. Allah mengirimkan pula kepada penduduk kampung itu tikus-tikus yang membunuh kaum laki-laki dimalam hari dan memakan perut mereka yang diawali dengan memakan duburnya.
Mereka mengatakan,”Tahukah kalian demi Allah, sesungguhnya musibah yang menimpa kalian ini belum pernah menimpa umat-umat sebelum kalian. Kita tidak mengetahui apa yang menimpa kecuali sejak adanya tabut ini ditengah-tengah kita !! kalian telah melihat berhala-berhala kalian terjungkil-balik. Tak ada sesuatu pun yang melakukannya kecuali tabut ini! kemudian mereka mengeluarkan tabut itu.
Al Qurthubi juga menyebutkan pendapat yang mengatakan bahwa mereka meletakkan tabut itu di suatu tempat peribadatan mereka yang didalamnya terdapat berhala-berhala dan ternyata berhala-berhala itu menjadi terbalik semua. Ada yang mengatakan bahwa mereka meletakkannya di suatu rumah berhala-berhala, dibawah suatu berhala yang besar namun tiba-tiba didapati tabut itu berpindah diatas kepala berhala tersebut. Lalu mereka mengambil dan mengikatnya di kedua kaki berhala lagi-lagi mereka mendapati kedua tangan dan kaki berhala itu putus dan berada dibawah tabut. Lalu mereka mengambil tabut itu dan menyimpannya di suatu kampung dan seluruh penduduk kampung itu terserang penyakit di leher-leher mereka.
Ada yang mengatakan bahwa mereka meletakkannya di tempat buang air besar kaum namun tiba-tiba mereka ditimpa musibah dengan penyakit wasir dan ketika musibah ini semakin berat maka mereka mengatakan,”ini tidak akan terjadi kecuali dikarenakan tabut ini!”
Ath Thobari mengatakan bahwa mereka mengambil gerobak untuk diletakkan tabut itu diatasnya kemudian mereka membawanya. Mereka mengikatkan gerobak itu kepada dua ekor sapi dan memukul bagian sisi tubuhnya. Kemudian datang malaikat yang menggiring kedua sapi itu. Dan tidaklah satu tempat di bumi yang dilintasi kedua sapi itu kecuali tempat itu akan suci. Kedua sapi yang membawa gerobak berisi tabut itu pun berhenti dihadapan orang-orang Bani Israil, mereka pun bertakbir dan memuji Allah dan bersemangat untuk memerangi musuh dan meminta agar Thalut menuntun mereka.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Juraih berkata,” Ibnu Abbas berkata,’Ketika Nabi mereka mengatakan kepada mereka,’Tahukah akan kembali kepadamu tabut yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun yang dibawa oleh malaikat !!—dan Musa ketika melempar luh-luh (kepingan dari kayu yang tertulis padanya isi taurat, pen—maka luh-luh itupun pecah kemudian Musa mengambilnya lagi menyatukan apa-apa yang tersisa darinya dan meletakkannya di dalam tabut.
Ibnu Juraih berkata,”Ya’la bin Muslim telah mengabarkan kepadaku dari Said bin Jubeir dari Ibnu Abbas bahwasanya tidaklah yang tersisa dari luh-luh itu kecuali hanya seperenamnya. Al Amaliqah yang merampas tabut itu—al amaliqah adalah suatu kelompok yang memusuhi mereka dan berada di Ariha—kemudian malaikat membawa tabut itu antara langit dan bumi dan mereka melihat kearahnya sehingga tabut itu diletakkan dihadapan Thalut. Ketika mereka menyaksikan hal itu maka berkata,”Ya” Mereka pun menerima Thalut dan menjadikannya raja. Ibnu Abbas mengatakan,”Nabi-nabi dahulu ketika berperang maka membawa tabut ke hadapan mereka.”.. dan ada riwayat yang sampai kepadaku bahwa tabut serta tongkat Musa berada di danau Thobariyah, dan keduanya akan dikeluarkan sebelum hari kiamat.
Sebagian yang lain mengatakan bahwa tabut itu berada di daratan. Musa as memberikannya kepada Yusa’ yang kemudian dibawa malaikat dan diletakkannya di rumah Thalut.
Abu Ja’far mengatakan bahwa pendapat pertamalah yang benar, yaitu yang dikatakan Ibnu Abbas dan Wabah bin Munbih bahwa tabut itu berada di tangan musuh Bani Israil yang telah merampasnya. Yang demikian itu adalah sebagaimana disebutkan Allah swt ketika menginformasikannya kepada nabi-Nya pada waktu itu dengan perkataanya kepada kaumnya : "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya tabut kepadamu” Alif dan Laam, keduanya tidaklah ada pada kata benda kecuali ia adalah yang telah dikenal oleh orang-orang yang menjadi lawan bicaranya. Artinya Yang menginformasikan dan yang mendapat informasi sudah sama-sama mengenalnya (benda itu). Dan telah diketahui bahwa arti perkataan "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya tabut kepadamu” adalah tabut yang sudah kalian kenal, yang kalian meminta pertolongan dengannya, yang didalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan kalian.
Adapun bentuk tabut itu adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Muhammad bin Askar dan al Husein bin Yahya, keduanya berkata,”Abdur razaq telah menginformasikan kepada kami dengan berkata,’ Bakar bin Abdullah telah menginformasikan kami dan berkata,’Kami telah bertanya kepada Wahab bin Munbih tentang tabut Musa : sebesar apa? Dia menjawab,’Kira-kira 3 X 2 hasta.”
Abu Ja’far mengatakan—setelah memaparkan beberapa pendapat—tentang makna “ketenangan” bahwa ia adalah seperti yang dikatakan Atho bin Abi Rabah, yaitu sesuatu yang menenangkan jiwa berupa ayat-ayat yang kalian ketahui dan kata “as sakinah” adalah perkataan orang arab seperti “al faiilah”, dari perkataan seorang yang mengatakan,’Sakana fulan ilaa kadza wa kadza’—ia merasa tenang dengannya dan jiwanya merasa tentram disisinya. (Tafsir Ath Thobari juz V hal 316 – 336)
Sulaiman bin Daud—di masa pemerintahannya—memulai pembangunan Baitul Maqdis. Dia mengatakan,”Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan ayahku, Daud agar membangun sebuah rumah (masjid) namun Daud terlalu disibukkan oleh berbagai peperangan. Kemudian Allah memberikan wahyu kepadanya,”Agar anakmu Sulaiman yang membangun rumah dengan nama-Ku.”
Kemudian Sulaiman mengirim kayu dari pohon cemara dan cypress dan membangun Baitul Maqdis dengan batu dan mengokohkannya. Bagian interiornya menggunakan kayu yang diukir dan membuat haikal (altar) dari emas dengan berbagai peralatan didalamnya juga dari emas. Setelah itu Sulaiman menaikkan tabut yang berisi ketenangan itu dan meletakkannya di dalam haikal. (Tarikhul Ya’qubi hal 21)
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa tabut itu diletakkan di haikal hingga waktu yang hanya Allah saja yang mengetahuinya kemudian Baitul Maqdis dihancurkan oleh Bukhtanshar setelah 300 tahun pembangunannya. Dia membakar taurat dan tongkat Musa serta meruntuhkan haikal serta menghamburkan batu-batunya.
Dan tatkala Raja-raja Parsia mengembalikan mereka lalu Uzair—seorang Nabi Bani Israil—membangunnya kembali pada masanya dengan dibantu oleh Bahman, raja Parsia, seorang kelahiran Bani Israil dari keturunan Bukhtanshar. (Muqoddimah Ibnu Khaldun, juz I hal 197)
Setelah haikal dihancurkan oleh Bukhtanshar, raja Babilonia, Iraq maka hingga sekarang tabut tersebut tidak ditemukan. Orang-orang Yahudi sekarang tengah mencari tabut ini yang mereka anggap sebagai mu’jizat orang-orang Yahudi dan kiblat mereka yang hilang. Mereka meyakini apabila tabut itu berhasil ditemukan maka keagungan dan kejayaan mereka akan kembali dan dapat menguasai dunia lagi.
Wallahu A’lam
Haikal Sulaiman
Tentang Haekal ini telah saya singgung dalam pembahasan sebelumnya yang berjudul Tabut Yahudi yang menurut Ibnu Khaldun bahwa di situlah disimpan Tabut Yahudi hingga waktu yang hanya Allah saja yang mengetahui.
Pada abad 17 SM orang-orang Bani Israel ditimpa kelaparan dan kekeringan sehingga mereka bersama dengan Ya’qub berhijrah dari Palestina ke Mesir menemui Yusuf as yang saat itu menjadi mentri di pemerintahan Fir’aun.
Pada abad 14 – 13 SM Allah swt mengutus Musa as kepada mereka dan sedikit dari mereka yang tidak mengimaninya dan di sinilah dimulai agama Yahudi sehingga menjadikan mereka bertentangan dengan Fir’aun dan kaumnya. Peretentangan itu mejadikan orang-orang Bani Israel keluar dari Mesir, sebagaimana firman Allah swt :
وَإِذْ نَجَّيْنَاكُم مِّنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوَءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءكُمْ وَفِي ذَلِكُم بَلاء مِّن رَّبِّكُمْ عَظِيمٌ ﴿٤٩﴾
وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ ﴿٥٠﴾
وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ ﴿٥٠﴾
Artinya : “Dan (Ingatlah) ketika kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), ketika kami belah laut untukmu, lalu kami selamatkan kamu dan kami tenggelamkan (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.” (QS. Al Baqoroh : 49 – 50)
Hijrah tersebut terjadi pada abad 1280 SM pada masa pemerintahan Ramses II. Setelah itu mereka (orang-orang Yahudi) berada dibawah pimpinan Yusa’ yang menggantikan Musa as dan menetap di Kan’an (Palestina)
Daud as berhasil mendirikan pemerintahannya di Yerusalem pada tahun 990 SM dan disinilah Daud mendapatkan perintah untuk membangun Baitul Maqdis akan tetapi dikarenakan kesibukannya berperang maka itu semua tidak sempat dilakukannya sehingga Allah swt mewahyukan kepadanya agar memerintahkan anaknya yang bernama Sulaiman as untuk membangun Baitul Maqdis dan ditengah pembangunannya itu beliau as membangun Haekal sebagai tempat peribadahan lengkap dengan altar penyembelihan kurbannya.
Setelah Sulaiman as wafat pada tahun 922 SM, pemerintahan Daud terpecah menjadi dua : kerajaan Isarel di sebelah utara dan kerajaan Yahudza di sebelah selatan. Diantara keduany sering terlibat peperangan panjang hingga masa mereka dihancurkan oleh Bukhtanshar Raja Babilonia pada tahun 587 SM. Pada penyerangan ini terjadi penghancuran terhadap Yerusalem termasuk terhadap Haekal Sulaiman.
Mereka berhasil menawan dan membawa banyak orang-orang Yahudi ke Babilonia dan menetap di sana selama 50 tahun yang dikenal dalam sejarah Yahudi dengan Para Tawanan Orang-orang Babilonia.
Ketika Babilonia berhasil ditaklukan oleh Kirusy Raja Parsia pada tahun 538 SM maka para tawanan tersebut dibebaskan dan dikembalikan ke Palestina akan tetapi mereka tidak memiliki Negara namun tetap berada dibawah kekuasaan Parsia.
Didalam Majallah at Tarikh al Arabi disebutkan bahwa setelah orang-orang Bani Israel dipulangkan kembali ke kampung halamannya di Palestina maka mereka membangun kembali tempat peribadahan mereka yang telah dihancurka oleh Bukhtanshar.
Ketika gemintang Parsia telah redup maka kekuasaan mereka pun jatuh ketangan Aleksander Al Maqduni sehingga orang-orang Yahudi menampakkan loayalitas, ketundukan dan penyambutan mereka kepada Aleksander al Maqduni tatkala menguasai Yerusalem tahun 332 SM. Dan sejak saati itu mereka berada dibawah kekuasaan Yunani.
Setelah Aleksander al Maqduni wafat maka kekuasaannya terpecah diantara mereka, Mesir berada di tangan Ptolomeus sedangkan Negara-negara utara diserahkan ketangan Selecus. Namun pada tahun 199 SM terjadi peperangan antara Ptolomeus dan Selecus yang kemudian dimenangkan Ptolomeus..
Pada tahun 198 SM Yerusalem jatuh ketangan Raja Suria yang bernama Antiochus dan sejak saat itu terjadi berbagai fitnah, pemberontakan dan peperangan berdarah di Yeusalem hingga masa kedatangan pemimpin Romawi yang bernama Pompy tahun 63 SM yang kemudian berhasil menguasai Yerusalem.
Sejak saat itu Yerusalem berada ditangan kekuasaan orang-orang Romawi dan menjadikannya sebagai Negara Romawi. Pada saat inilah Isa bin Maryam dilahirkan di kota Betlehem di akhir pemerintahan Herodes pada tahun 37 – 40 M.
Dan sejak saat itu Yerusalem menjadi tempat yang memberikan kabar gembira tentang da’wah tauhid dan menjadi kota suci bagi orang-orang Nasrani.
Ketika orang-orang Yahudi melakukan pembangkangan dan pemberontakan terhadap pemerintahan Romawi di Yerusalem maka Penguasa Romawi, Fasbasyan mengutus anaknya yang bernama Titus untuk menghentikan pemberontakan tersebut. Titus pun melakukan penyerangan terhadap Yerusalem pada tahun 70 M dan berhasil membunuh banyak orang-orang Yahudi sehingga menyisakan Yerusalem menjadi kota yang hancur lebur dan porak poranda untuk waktu yang sangat panjang bahkan tidak dihuni kecuali oleh para penjaga dari para tentara Romawi.
Kemudian orang-orang Yahudi mengadakan pemberontakan untuk yang kedua kalinya di Yerusalem antara tahun 132 M dan 135 M yang dikenal dengan “Pemberontakan Barkukhi” akan tetapi penguasa Romawi berhasil memadamkan pemberontakan tersebut dan menghapus Eksistensi Yerusalem dan membangun diatasmya sebuah kota baru yang dinamakan dengan Aeilia Capitolina. Bahkan mereka tidak mengidzinkan orang-orang Yahudi untuk menginjakkan kakinya di mota Aeilia sejak tahun 135 M.
Ketika Pemerintahan Romawi terpecah menjadi dua dan Palestina masuk dalam kekuasaan Romawi Timur (Bizantyum) maka Aeilia berada dibawah kekuasaan Bizantyum sejak abad 4 M hingga tahun 614 M tatkala dikuasai oleh Sasani (Kisra Eberwiz) hingga kembali dikuasai oleh Penguasa Bizantyum yang bernama Heraklius tahun 627 M.
Ketika Pemerintahan Romawi terpecah menjadi dua dan Palestina masuk dalam kekuasaan Romawi Timur (Bizantyum) maka Aeilia berada dibawah kekuasaan Bizantyum sejak abad 4 M hingga tahun 614 M tatkala dikuasai oleh Sasani (Kisra Eberwiz) hingga kembali dikuasai oleh Penguasa Bizantyum yang bernama Heraklius tahun 627 M.
Kekuasaan Heraklius ini tidaklah berlangsung lama sehingga kaum muslimin berhasil membebaskan kota Aeilia pada tahun 15 H / 636 M pada zaman Umar bin Khottob dan sejak saat itu kaum muslimin memperbolehkan orang-orang Yahudi untuk kembali ke al Quds. (Majallah at Tarikh al Arabi juz I hal 5114 – 5126)
Dari penuturan diatas tampaklah bahwa Haekal tersebut didirikan pada masa Sulaiman as. Dan setelah sempurna pembangunan Haekal tersebut oleh Sulaiman as, ia mengalami kehancuran sebanyak tiga kali. yaitu ketika penyerbuan pasukan Bukhtanshar Raja Babilonia pada tahun 587 SM lalu berhasil dibangun kembali oleh orang-orang Yahudi setelah mereka dibebaskan oleh Kirusy Raja Parsia.
Haekal kembali dihancurkan untuk kedua kalinya oleh Antiochus Raja Suria tatkala upayanya memadamkan fitnah yang dilakukan orang-orang Yahudi pada tahun 198 SM. Lalu kembali direnovasi untuk ketiga kalinya oleh Herodeus pada tahun 40 M.
Lagi-lagi Haekal dihancurkan oleh Titus pemimpin Romawi tatkala menyerang Yerusalem dan menjadikan kota itu hancur lebur bahkan tidak didiami kecuali oleh para penjaganya dari tentara-tentara Romawi.
Adapun tentang letak Haekal itu sendiri, sesungguhnya tidaklah terdapat dalil yang menunjukkan tempat didirikannya bangunan itu. Beberapa sumber menyebutkan bahwa bangunan itu terletak diluar pekarangan Masjidil Aqsha smentara yang lainnya menyebutkan bahwa tempatnya adalah dibawa Kubah Kuning. Sementara itu orang-orang Yahudi dan Nasrani berkeyakinan bahwa tempat Haekal Sulaiman itu berada di Puncak al Haekal atau al Haram asy Syarif atau berada di bawah Baitul Maqdis. Karena itulah orang-orang Yahudi sejak beberapa tahun terakhir ini berusaha merobohkan Masjidil Aqsha untuk mencari Haekal Sulaiman dibawahnya. (http://ar.wikipedia.org)
Akan tetapi itu semua hanyalah akal-akalan yang dicari-cari oleh orang-oang Yahudi saja untuk menghancurkan al Quds dengan mengatakan bahwa mereka akan mengembalikan Haekal Sulaiman kepangkuan mereka.
Sebagaimana disebutkan didalam berbagai sejarah kota Yerusalem maka sebetulnya Haekal tersebut sudah betul-betul hancur dan porak poranda tak berbekas saat terjadi penyerangan yang dilakukan oleh Pasukan Romawi dibawah pimpinan Titus pada tahun 70 M. sebelum pada akhirnya Yerusalem berhasil dibebaskan oleh kaum muslimin pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khottob pada tahun 15 H / 636 M.
Wallahu A’lam