Jatuhnya Granada ke tangan Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella I dari Castilla pada tanggal 2 Rabi'ul Awal tahun 897 H (2 Januari 1492 M) merupakan akhir dari kekuasaan Islam di wilayah Andalusia di Iberia. Sejak hari itu pula, umat Islam yang masih tinggal di wilayah Andalusia ditindas dan ditekan. (baca: Jatuhnya Granada & Awal Mula Penindasan Kristen Terhadap Umat Islam di Andalusia)
Enam puluh tujuh (67) pasal dalam Perjanjian Granada yang diantaranya meliputi jaminan keselamatan jiwa, agama, dan harta benda, jaminan untuk kehormatan, pemikiran, dan kebebasan, serta jaminan-jaminan lain yang intinya adalah jaminan untuk menjalankan keyakinan dan agama Islam ternyata tak lama ditaati oleh kaum Kristen. Atas pengaruh gereja, penguasa Andalusia segera mengingkari perjanjian damai tak lama setelah menguasai negeri itu. Orang-orang Yahudi kemudian diusir keluar dari Spanyol. Kaum Muslimin dipaksa masuk Kristen, atau terpaksa hijrah keluar dari Spanyol. Mereka memberontak, tapi pada akhirnya dikalahkan. Banyak dari orang-orang Islam ini akhirnya setuju untuk dibaptis.
Sekira 10 tahun setelah Perjanjian Granada, penguasa Kristen di Andalusia (Ferdinand dan Isabella) mengeluarkan beberapa Dekrit yang menekan umat Islam. Diantara beberapa dekrit itu antara lain:
- Pada hari Selasa, tanggal 20 Juli 1501 M (4 Muharram 907 H), Raja mengeluarkan Dekrit yang isinya melarang umat Islam berada di wilayah kerajaan Granada. Perintah dua Raja (Ferdinand II dan Isabella I) itu atas perintah tuhannya untuk mebersihkan daerah itu dari orang-orang 'kafir'. Dengan catatan bahwa mereka yang mau merubah agamanya boleh menetap. Dan yang sudah Kristen dilarang melakukan hubungan apapun lagi dengan Islam. Bagi mereka yang menentang peraturan ini akan diganjar hukuman mati dan seluruh harta bendanya dirampas.
- Pada hari Selasa, tanggal 12 Februari 1502 M (13 Ramadhan 908 H), Raja mengeluarkan peraturan bagi setiap muslim pria, minimal berusia 15 tahun dan wanita usia 12 tahun, untuk meninggalkan Granada sebelum awal Mei tahun itu juga. Bagi yang ingin keluar dari wilayah ini diizinkan bila dengan beaya sendiri. Asal tidak menuju Afrika Utara karena saat itu Afrika Utara masih terlibat perang dengan Spanyol. Barangsiapa yang menentang peraturan ini diganjar hukuman mati, penjara, atau dijadikan budak belian dengan dirantai kakinya. Keluarnya peraturan ini dimanfaatkan oleh kaum muslimin. Mereka, orang-orang yang pura-pura memeluk Kristen, menjual hartanya lalu melarikan diri ke Afrika. Melihat gejala ini, maka kemudian penguasa Kristen pun mengeluarkan peraturan baru, yaitu:
- Pada tanggal 12 September 1502 M (19 Rabiul Awal 909 H), Raja mengeluarkan peraturan yang isinya melarang kaum muslimin menjual harta bendanya sebelum dua tahun. Mereka hanya diperbolehkan meninggalkan Castilla dan mengungsi ke Aragon atau Portugis.
Merasa masih belum cukup dengan dekrit-dekrit yang dibuat, penguasa Kristen kemudian mendirikan mahkamah-mahkamah di banyak tempat. Mahkamah-mahkamah ini memiliki wewenang yang sangat kejam. Diantara kewenangannya, mahkamah berhak merampas seluruh harta, menghancurkan kehormatan, dan menghina umat Islam. Dengan sewenang-wenang, mahkamah-mahkamah itu menjatuhkan vonis dengan memasukkan sejumlah kaum muslimin ke penjara bawah tanah yang di dalamnya dilangsungkan penyiksaan yang sangat kejam.
Untuk menegakkan aturan-aturan itu, dibentuklah semacam polisi khusus yang bertugas mencari-cari orang-orang yang bukan Katholik. Diantara contoh-contoh tindakan mereka antara lain:
Kardinal Kamnis atau Don Alfonso Manrique menasranikan secara paksa puluhan ribu umat Islam dan Yahudi. Setidaknya, lebih dari lima puluh ribu kaum muslimin berhasil dipaksanya untuk menjadi Katolik dalam sektenya. Kardinal itu menangkapi kaum muslimin (dan Yahudi) dan memasukkannya ke dalam mahkamah pengadilan yang selalu siap dengan siksaan-siksaan.
Karir keuskupan Alfonso Manrique dimulai saat ia menjadi Uskup Badajoz mulai September 1499 sampai sebelum 1516. Kemudian ia diangkat menjadi Uskup Cordoba mulai Agustus 1516-1523, dan selanjutnya menjadi Uskup Agung Sevilla (Agustus 1523). Pada tahun itu juga ia ditunjuk sebagai salah satu orang yang duduk dalam Dewan Inkuisisi. Kematian Alfonso Manrique berakhir dengan cara yang terhina. Ia meninggal pada tanggal 28 September 1538 di Sevilla akibat terjatuh dari kuda.
Bagi Alfonso, yang dimaksud orang-orang kafir adalah orang-orang yang tidak memeluk Katolik yaitu: umat Islam, Yahudi, Kristen aliran Marthin Luther, pemikir-pemikir bebas, dan lain-lain. Mereka inilah yag terus menerus dikejar-kejar, disiksa, dan dibakar.
Setiap muslim yang sudah menjadi Katolik tidak boleh lagi memuji agama Muhammad SAW. Mereka tidak boleh menyebut Isa al Masih adalah utusan Allah. Tidak boleh menyebut bahwa Isa bukan Tuhan. Mahkamah juga mewajibkan tiap pemeluk Katolik itu untuk menyampaikan keberatan mereka terhadap semua adat istiadat Islam. Mereka harus menegur orang-orang Islam yang telah memeluk Katolik secara paksa itu untuk tidak lagi memakai tradisi Islam. Secara tegas, tidak boleh lagi memakai pakaian terbaiknya pada hari Jumat. Dilarang menghadap ke Timur (ke Ka'bah) untuk shalat. Diharamkan membaca atau mengucap bismillahirrahmanirrahim. Begitu pula tidak boleh mengucapkan basmalah ketika menyembelih ternak.
Orang-orang yang menolak makan daging yang tidak disembelih, akan diintai. Mereka harus makan mau makan daging sembelihan tangan wanita. Mengkhitankan anak juga tergolong sebagai pelanggaran berat. Intinya, semua pola hidup Islami tak boleh sedikitpun dipraktekkan lagi.
Akibatnya, orang-orang Islam yang secara dzahir beragama Katolik itu berusaha semaksimalnya untuk sangat berhati-hati dalam menjalankan ritual-ritual Islam mereka. Mereka sangat hati-hati dalam berwudhu dan menunaikan shalat. Ketika datang bulan Ramadhan, mereka juga tidak bisa menjalankan puasa kecuali beberapa hari saja karena mereka takut ketahuan mahkamah dan para Polisi Khusus. Bahkan sekedar melafalkan kalimat-kalimat tayyibah saja mereka berusaha dengan sangat untuk tidak mengatakannya kecuali di tempat yang sembunyi.
Anak-anak kecil yang lelaki maupun perempuan diasramakan di sekolah-sekolah Katolik dan gereja. Tujuannya agar anak-anak tersebut jauh dan asing dari keislaman dan bahasa Arab.
Selanjutnya, Paus mencabut perjanjian yang semula isinya tidak boleh mengganggu umat Islam dan pada tanggal 12 Maret 1524 M, Paus mengeluarkan aturan yang isinya menghimbau Dewan Inkuisisi untuk memaksa umat Islam memeluk Katolik secara total. Bagi yang menolak akan dijadikan budak belian. Paus juga memerintahkan agar semua masjid dijadikan gereja.
Singkat kata, kaum muslimin di Andalusia saat itu benar-benar dipaksa hidup di bawah penindasan dan ancaman. Identitas keislaman dan ke-Arab-an mereka dihapus secara sistematis sampai benar-benar hilang tiada sisa. [mzf/md]
Disusun oleh Tim Redaktur Muslimdaily.net